Sambungan: Kemurnian Sahabat (2)
Keesokan harinya, di sekolah, tiba-tiba Reni, LIa, dan Susi mengajakku untuk makan bersama di kantin. Akupun mengangguk karena aku berpikir ini momen terakhir dengan sahabat-sahabatku, dan aku tidak ingin menunjukkan wajah yang sedih di hadapan mereka. Kemudian, kami mulai bercanda bersama seperti tidak ada masalah yang sedang terjadi bahkan rasa sakit yang kurasakan tidak aku rasakan karena dengan bersama mereka aku bisa bertahan. Apalagi kalau mendengar suaa Susi yang cerewet, aku rasanya ingin tertawa terus dan seakan semua kacar rasanya mau pecah karena suaranya yang melengking.
Tiba-tiba Lia berkata padaku, “San, katanya kamu mau pergi ke Semarang?” sambil menatapku. Kemudian Reni yang pengin tahu jadi ikut-ikutan bertanya, “Yang bener San, kenapa” Kok ndak ngajak kalau mau liburan? Huuh,” kemudian Susi juga ikut-ikutan, “Iya po San?”
Suasana kemudian berubah ketika aku tidak menjawab. Jantungku serasa berdebar dua kali lipat, aku bingung harus bicara apa. Namun, aku hanya duduk diam dan di pikiranku hanya ada rasa takut kalau teman-temanku nantinya akan marah kepadaku karena aku juga tidak ingin meninggalkan mereka. Tapi aku juga ingin sembuh, dan… Lia berkata kepadaku sambil memelukku, “San, aku sudah tahu kamu pergi untuk berobat dan bukan senang-senang jadi pergi ya tidak apa-apa. Kami tidak akan marah.” Suasana kini menjadi tegang dan semuanya menangis ketika mereka tahu kalau aku akan pergi. Semuanya menjadi sunyi senyap. Akupun kemudian berkata, “Aku tidak akan meninggalkan kalian, namun aku ingin sembuh.’
Reni kemudian menyahutku, “Ndak apa-apa San. Kami akan menunggumu pulang jadi tenang saja.” sambil tersenyum.
“Iya bener, kamu mesti sembuh, kau kan kuat!” sahut Susi.
Dan teman-teman kemudian tertawa setelah mendengar perkataan Reni dan suasana pun renyah kembali dan aku memutuskan untuk tetap pergi dan semua teman-temanku pun mendukungnya. Dan kami kemudian berpelukan setelah itu kami pergi ke musholla untuk Sholat Dhuha. Aku meminta pada-Nya agar kami tetap bersahabat selamanya meskipun nanti sore aku harus meninggalkan teman-temanku, entah sampai kapan. Dan di hatiku, aku hanya bisa mengucapkan terima kasih karena aku mempunyai teman-teman yang begitu baik. Tuhan, aku ingin sembuh
Ari Wicaksono
Salaman, Magelang
Sumber: Kuntum, 351 April 2014