Kacamata Anak (2)

Kacamata Hasan (2)

Sambungan: Kacamata Hasan (1)

Pulang sekolah, Faisal langsung bercermin. Berkali-kali dia menatap wajahnya di cermin itu seraya senyam-senyum sendiri. Dia membayangkan menjadi Iebih tampan jika berkacamata. Dan teman-teman di kelas juga akan ramai mengomentari penampilan barunya.

Pagi harinya Faisal Iangsung merencanakan aksinya. Melakukan sejumlah kegiatan yang menurut Hasan menyebabkan matanya menjadi minus. “Dua minggu lagi aku akan berkaca mata. Yes, Keren!” bisik Faisal pada dirinya sendiri. Dia senyam-senyum lagi. Peringatan Abi yang sering memergokinya membaca dengan cara yang salah tidak ditanggapinya. Paling dia akan berpindah tempat ke kamar atau teras belakang. Kemudian melanjutkan aksinya.

Umi pun heran ketika melihatnya menyingkirkan wortel dari piring makannya.
“Kenapa, Cal? biasanya kamu paling suKa sama sayur wortel. Sekarang Kok disingkirkan semua.” Faisal hanya tersenyum.

Sampai siang itu di ruang perpustakaan sekolah, Faisal melihat Rahmat terlihat bingung meraba-raba meja. Sepertinya mencari kaca matanya.
“Alhamdulillah mata kita sehat ya?” bisik Fatah yang duduk di sampingnya. Kemudian Fatah bercerita tentang Rahmat yang sering gonta-ganti kaca mata karena minusnya tambah terus. Makin lama makin tebal. “Akhirnya bisa seperti pantat botol lho!” Fatah menambahkan.
“Memang minus bisa tambah teus?” tanya Faisal dengan heran. Fatah mengangguk. “Makanya kita harus bersyukur kalau mata kita sehat. Bukankah mata adalah organ tubuh yang penting? Ia ibarat jendela yang dengannya kita bisa melihat seisi dunia. Kalau mata kita terganggu, tentu tidak nyaman bukan?” Rahmat menjelaskan panjang lebar.

Ada perasaan bersalah muncul di hati Faisal. Dia ternyata telah keliru selama ini. Dia menganggap orang yang berkaca mata lebih keren dan tampan. Padahal sebenarnya matanya sakit. Apalagi sampai
mengabaikan nasihat Abi. “Astaghfirullah, ampuni hamba ya Allah,” gumamnya pelan. Fatah menatapnya dengan heran.

Buru-buru Faisal berlari ke toilet. Dia ingin mencuci muka. Menghilangkan air mata yang menggenangi Kedua pelupuknya.
“Aku harus minta maaf sama Abil”

Sumber: Adzkia 06 November 2006

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *