Udai dan Raja Negeri Bianbian

Udai dan Raja Negeri Bianbian (2)

Sambungan: Udai dan Raja Negeri Bianbian (1)

Sementara itu, Raja Bianbian murka karena Udai telah berani membantah perintahnya, “Di mana dia? Aku sendiri yang akan datang menghukumnya.” Diiringi pengawalnya, Raja bergegas menuju kuil tempat Udai berdoa. Namun, ketika tiba d pintu kuil, raja mendengar gema suara Udai yang sedang berdoa di dalam kuil. Raja mengintip. Tampak Udai bersimpuh di hadapan sebuah cahaya yang sangat terang.

“Aku akan kabulkan permintaamu, Udai! Tapi apakah kamu siap akan akibat yang akan menimpa dirimu?” kata cahaya itu.
“Apapun akibatnya, saya siap menanggungnya, Dewa. Hamba betul-betul ingin menjadi pemukul genderang di langit. Hamba akan memukul genderang setiap kali hujan akan turun. Agar penduduk negeri Bianbian bisa bersiap-siap menyimpan padi yang sedang mereka jemur, Kabulkanlah doa hamba, Dewa,” kata Udai mantap.

Lalu, perlahan-lahan cahaya itu menyelubungi tubuh Udai. Kini tubuh Udai bersinar terang, lalu berpendar menjadi titik-titik cahaya yang melayang ke langit. Raja Bianbian tertegun melihat tubuh Udai yang hancur menjadi cahaya. Udai rela berkorban agar penduduk negerinya tidak sengsara lagi.
Menyaksikan ketulusan Udai, Raja bersimpuh di tanah dan menangis.
Tahulah Raja kenapa rakyat lebih mencintai Udai daripada dirinya. Hati Udai lebih tulus.

Raja lalu berdoa agar Dewa mengijinkannya mendampingi Udai yang telah berkorban bagi negeri Bianbian. Dewa meluluskan permohonan sang Raja. Tubuh Raja Bianbian perlahan berubah rnenjadi asap tebal bergulung-gulung dan melayang ke angkasa. Bianbian. Raja Bianbian berubah menjadi awan mendung. Awan itu lalu menyelimuti cahaya yang berasal dan tubuh Udai.

Begitulah, setiap kali akan turun hujan, Udai segera memukul genderangnya. Orang menyebut bunyi genderang itu “guntur”. Sementara awan mendung selalu mengikuti Udai, ke tempat hujan akan diturunkan.

Sejak saat itu penduduk Negeri Bianbian tahu. Jika awan mendung bergulung dan guntur menggelegar, itu pertanda hujan akan turun. Penduduk negeri Bianbian jadi tahu kapan waktunya menjemur padi dan kapan harus segera menyirnpannya. Kehidupan penduduk negeri Bianbian pun kembali normal.

Joko Setyo Purnomo
Sumber: Bobo 29/XXXII 28 Oktober 2004

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *