Dibukanya pintu kulkas. Uh, kosong! Yang tersedia cuma makanan beku. Awang menatap jajaran Iemari dapur. Sreert… ditariknya sebuah kursi. Dengan hati-hati Awang naik ke atasnya agar cepat menjangkau pintu lemari yang tinggi. Dibukanya pintu kabinet satu persatu. Tetap tak ada makanan. Eit, tapi ada sepiring bakwan yang tersembunyi di balik kaleng mentega!
Awang menengok kiri dan kanan. Ah, mencicipi sedikit saja kan tak bakal ketahuan!” gumam Awang membatin. Setelah memastikan keadaan sekelilingnya aman, Awang buru-buru melahapnya. Nyam, nyam, nyam… hmm, enak!
Rasanya gurih, apalagi dengan perut keroncongan seperti ini. Dalam waktu singkat empat potong bakwan telah habis disikat. Ah, lumayan untuk mengganjal perut sampai bedug Maghrib tiba.
Awang menaruh bakwan yang masih tersisa ke tempat semula. Piringnya diletakkan tepat di belakang kaleng mentega. Bahkan kursi yang ditariknya tadi juga dirapikan. Remah-remah gorengan yang tercecer di lantai disapunya sampai bersih. Beres! Kalau begini, detektif yang cerdik sekali pun tak akan bisa melacak jejaknya.
Hi… ha… hi… Awang senyum-senyum sendiri. Setelah itu dia bergegas menyelinap masuk ke dalam kamar. Tak lama kemudian Ibu datang. “Ah, pura-pura tidur saja!” pikir Awang.
Tapi kenapa kulitnya terasa panas, ya? Apakah udara semakin bertambah gerah? Astaga!
Awang tertegun menatap kulitnya yang memerah. Rasa gatal menyengat sekujur tubuhnya.
Tiba-tiba terdengar suara Ibu berteriak di dapur. “Lo,… Kok bakwan udang di piring tinggal separuh?”
“Bakwan udang yang mana, Bu?” sahut Agil dari ruang tengah.
“Yang Ibu taruh di atas lemari dapur.Tapi kenapa cuma tersisa lima potong, ya?”
Awang yang diam-diam menguping dari dalam kamar terhenyak. Pantas saja sekujur tubuhnya panas dan gatal-gatal. Awang baru ingat kalau dia alergi makanan laut termasuk udang. Dia segera berlari keluar kamar sambil mengerang karena gatal dan kepanasan.
“Wah, ternyata kita nggak perlu menyewa detektif untuk menyelidiki kasus pencurian bakwan udang ini, Bu. Pelakunya sudah menyerahkan diri,” seloroh Agil menggoda.
Sementara Ibu geleng-geleng kepala, Awang cuma meringis. Dalam hati dia malu dan menyesal karena perbuatannya. Yah… Kalau sudah tertangkap basah begini, bagaimana mau berpura-pura lagi?
Dwi Pujiastuti
Sumber: Bobo 29/XXXII 28 Oktober 2004