Dahulu kala di negeri Jepang, hiduplah seorang nenek yang baik hati. Nenek ini bertetangga dengan kakek yang galak dan pelit.
Suatu hari, ketika kakek sedang menyapu halaman, datanglah seorang pendeta pengembara. “Permisi, Kek! Bisakah kakek memberi tahu jalan menuju ke kota?” tanya si pendeta.
“Hmm, maaf, aku sedang sibuk. Tidak punya waktu untuk menjelaskan jalan kepadamu!” jawab si kakek ketus, sambil membalikkan badannya.
Pendeta pengembara membungkukkan badannya dengan sopan. “Maafkan saya bila mengganggu. Terima kasih banyak, Kek!”.
Saat itu nenek tetangga sedang duduk sambil makan kue onde-onde. Ia mendengar percakapan itu.
Si nenek segera memanggil sang pendeta, “Pendeta, tunggu! Kalau ingin ke kota, berjalanlah terus. Kemudian belok kiri. Tempat itu sudah tak jauh lagi dari sini!”
“Terima kasih banyak atas bantuannya!” jawab pendeta sambil membungkukkan badannya berkali-kali.
“Hm, tampaknya kau capek! Mari cicipi kue onde-ondeku dulu,” nenek mengajak pendeta ke rumahnya. Nenek lalu mengambil sebuah kue onde-onde dari kantong kuenya dan memberikannya pada si pendeta.
“Huh… Apa gunanya berbaik hati pada pendeta pengembara!” ejek kakek.
“Jangan begitu! Kau mau kue onde-ondeku juga?” jawab nenek ramah.
Kakek tersenyum dan berkata, “Wah, tentu!” Sambil menerima kue, kakek melirik isi kantong onde-onde milik nenek. Wah, masih ada satu onde-onde lagi, batin kakek. “Nek… kalau kau beri aku onde-onde lagi, aku akan lebih berterima kasih lagi,” katanya tanpa malu-malu.
Dengan berat hati nenek merogoh kantong dan memberikan onde-onde terakhirnya.
Akan tetapi, terjadi keanehan. Onde-onde di dalam kantong bertambah banyak terus. Menjadi empat, delapan, dan seterusnya sehingga mereka bisa makan sampai kenyang.
Walaupun begitu, kakek yang serakah berkata lagi, “Nek, aku minta kue itu untuk makan malam juga, ya!”
“Tentu saja boleh!” jawab nenek ramah. Ia kemudian membungkuskan beberapa potong kue onde-onde itu.
Sang kakek pulang dengan hati puas. Ketika malam tiba, si kakek merasa lapar. Ia membuka bungkusan kue onde-ondenya. Ugh! Bau busuk menyengat hidungnya. Rupanya kue itu telah berubah menjadi kotoran kuda.
Kira-kira pada waktu yang sama, nenek yang baik juga membuka bungkusan kuenya. Tetapi kejadian ajaib Iain terjadi. Kue onde-ondenya telah berubah menjadi kepingan-kepingan emas yang berkilauan.
Sang nenek terduduk kaget. Sejak saat itu, nenek yang baik hati menjadi orang kaya di kampungnya.
(Dongeng dari Hayagawa, Diceritakan kembali oleh Effie Soedirman)
Sumber: Bobo 40/XXXII 13 Januari 2005