Jangan Pergi Keti (2)

Jangan Pergi, Keti! (2)

Sambungan: Jangan Pergi, Keti! (1)

“Aris! Kamu mau ke mana lagi Nak? Hujannya masih deras,” sergah ibu.

“Tapi bu, Keti masih ada di lapangan. Kasihan dia bu. Kehujanan. Sendirian. Nanti kalau ada yang mengambil Keti, bagaimana bu?” kata Aris gelisah.

“Sudah, Keti tidak apa-apa kok. Pasti besok dia masih baik-baik saja dan tidak ada yang mengambilnya. Dia kan pakai kalung yang kamu kasih. Lagian, ini juga sudah mau Maghrib, mau malam juga. Mending kamu shalat dulu terus doa sama Allah, semoga Keti baik-baik saja,” kata ibu.

Aris tidak membalas lagi dan ia tidak jadi keluar rumah karena terbawa tangisan.

* * *

Suara adzan berkumandang dengan keras hingga membangunkan Aris. Ketika Aris membuka pintu kamar, ia bingung dengan suasana rumahnya yang redup. Ibu dan ayah serta adiknya pun tidak terlihat di luar kamar. Itu tambah membuat Aris makin bingung. Saat ayah muncul di hadapannya dengan setelan lengkap mau ke masjid, Aris diberitahu kalau ia tertidur hingga melupakan Shalat Maghrib dan Isya. Kini ia hendak berangkat shalat Subuh

Teringat dengan keti yang hilang semalam, selepas Shalat, Aris memohon kepada ayah untuk menemaninya mencari Keti di lapangan. Ayah pun mengabulkan permohonannya. Tepat di depan rumah Pak Kodir, ketua RT, Aris terkejut bukan main. Kucing yang ia beri nama Keti, yang selalu ia sayangi, yang selalu menemaninya bermain, kini telah mengakhiri hidupnya dengan berselimut darah di tengah jalan. Ayah ikut terkejut melihat keadaan ini. Aris langsung mengeluarkan air mata dan memeluk ayah yang berada di sampingnya karena tak kuat melihat penderitaan si kucing kesayangannya.

“Cup, cup, cup, cup, cup! Sudah nak, tidak apa-apa. Jangan menangis! Semua yang kita miliki tidak selamanya akan bersama kita. Sama seperti kucingmu sekarang. Sudah waktunya dia selesai menemani kamu. Ikhlaskan saja, nak. Semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik.”

“Ini semua gara-garaku kemarin tidak menjaga keti dan mendoakannya karena ketiduran,” sesal Aris. Akhirnya dengan keadaan Aris yang sedang berduka ia memakamkan Ketik dengan hikmat di tanah belakang rumah bersama ayah, ibu, dan adiknya, Nita.

M. Attariq Hafidz
Madura

Sumber: Kuntum, 371 Desember 2015

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *