“Mana kertas kado lainnya Ra?” tanya Titin mehhat kertas kado di hadapannya sudah hampir habis. Mereka sedang membungkus kado kado Natal dan Tahun Baru untuk dibagikan pada anak anak Sekolah Minggu di gereja. “Sebentar aku ambilkan. Umi bantu aku ya?” kata Ira sambil bangkit menuju kamamya. Umi mengikuti dari belakang.
Sambil menunggu, Titin melihat-lihat pohon Natal besar di sudut ruangan. Hiasan serta lampu natalnya sangat indah. Titin paling tertarik pada hiasan berbentuk sinterkIas dengan kereta rusanya yang berwarna menyala. Sudah lama Titin ingin memiliki hiasan seperti itu. Pasti bagus sekali bila digantungkan di pohon Natal kecil di rumahnya.
Titin pernah mellhat hiasan seperti itu di sebuah toko. Harganya cukup mahal sehingga Titin tidak jadi membelinya. Tiba-tiba saja Titin semakin ingin memilikinya. Dan tiga detik kemudian hiasan itu sudah berada di dalam kantung celananya. Ketika Ira dan Umi kembali, Titin bertindak seolah tidak terjadi apa-apa. Ira pun samasekali tidak curiga padanya.
“Sampai besok ya,” ujar Ira saat Titin dan Umi pamit pulang.
Setiba di rumah Titin meraba saku celananya. Ia sangat terkejut! Hiasan itu tak ada di sakunya. Pasti jatuh di jalan dan sudah dlambil orang, batin Titin. Tiba-tiba rasa bersalah di dalam dirinya menjadi semakin besar.
“Tin… ada telpon!” suara ibu membuyarkan Iamunan Titin. Segera disambarnya gagang telepon di ruang tengah.
“Tin besok jangan lupa ya jam 9!” terdengar suara Ira di seberang sana.
“Oh, iya! Kita akan mendekorasi gereja kan? Pasti aku datang,” jawab Titin agak terbata. la semakin bingung bagaimana akan nenghadapi Ira.
Saat perayaan Natal dan Tahun Baru pun tiba. Usai misa, kado-kado pun dibagikan. Anak-anak Sekolah Minggu tertawa gembira. Apalagi yang membagikannya adalah Sinterklas. Ya! Bang Endut memang cocok sekali dengan kostum itu. La seperti Sinterklas sungguhan.
Usai membagikan kado, Bang Endut, Umi, Anton, Titin, dan Ira sibuk membereskan meja. Mereka gembira karena kegiatan mereka berjalan dengan baik. Kini giliran mereka yang mendapat kado. Di atas meja di tengah ruangan, terdapat lima kado berbungkus kertas koran. Ada nama yang tertera di setiap kado. Ya, mereka akan bertukar kado!
Tiga hari lalu, mereka menulls nama masing-masing di sepotong kertas. Kertas lalu dilinting dan dikocok, Seperti undian, mereka masing-masing lalu mengambil sebuah lintingan. Kalau mendapat lintingan berisi nama sendiri, tentu saja harus ditukar. Nah, mereka lalu harus membeli kado untuk si pemilik nama yang tertera di lintingan yang mereka dapatkan.
Kini waktunya membuka kado itu. Bang Endut mendapat kaos kaki. Anton mendapat sebuah buku bacaan. Umi mendapat rambut berwarna pink. Ira mendapat pigura kecil. Dan Titin mendapat sebuah hiasan Natal berbentuk Sinterklas dengan kereta rusanya!
Titin sangat terkejut. lni mirip sekali dengan hiasan milik Ira waktu itu. Dari siapa kado ini? Pasti ada yang tahu perbuatanku. batin Titin ketakutan.
“Hai, kenapa bengong?” Umi memukul bahu Titin dari belakang.
“Coba Iihat, kau dapat apa? Wah bagus sekali! Pasti lumayan mahal ya…” Umi mengagumi hiasan itu.
“Bukannya ini dari kamu, Mi?” tanya Titin ragu.
“Ha… dariku? Dari mana aku dapat uang untuk membelinya’?” ujar Umi.
Titin tertegun. “Jangan-jangan ini dari lra? Tentu Ira tahu perbuatannya dan ingin menyindirnya,” batin Titin. Ia ketakutan sekali.
“Daah semuanya! Selamat Natal dan Tahun Baru ya…” terdengar teriakan Bang Endut ketika kami akan pulang.
“Gimana. Suka kadonya?” tanya Anton saat ia dan Titin akan pulang.
“Mm… memangnya kado itu dari kamu, Ton?” tanya Titin ragu.
“lya. Waktu itu aku melihatmu di toko pinggir jalan itu. Kamu memandang hiasan natal itu terus. Jadi kupikir kamu pasti akan menyukainya”, kata Anton. Titin terkejut sekaligus lega sekali mendengar semua itu.
“Makasih ya, Ton. Selamat Natal,” kata Titin akhirnya.
Malam itu… “Kriling.…”
“Tin, Ini aku, Ira!” terdengar suara lra. Kata lbu, tadi kamu datang ya? Maaf, aku tadi pergi dengan Ayahl”
“Ah, nggak apa-apa, Ra! Aku cuma ingin ngobrol soal acara tadi, kok,” kata Titin pelan.
“Oh begitu. Eh Tin, aku baru sadar, kalau aku juga punya hiasan Natal seperti kadomu tadi!” ujar suara di seberang bersemangat.
“Oh, ya? Kalau begitu kita sama dongl” jawab Titin lagi sambil tersenyum.
lra tak akan pernah tahu apa yang terjadi. Titin memang telah menaruh hiasan miliknya di pohon Natal Ira sore tadi, waktu Ira sedang pergi. Titin lega sekali. Biarlah hal itu menjadi kesalahan terbesar yang pernah ia lakukan. Dan tak akan ia ulangi lagi. Persanabatan itu lebih berarti dari apapun juga. Selamat Natal dan Tahun Baru, Ira. Maafkan aku…
Iis
Sumber: Bobo 40/XXXII 13 Januari 2005