Ulat bulu biasanya suka mengunyah daun dan ranting pohon. Mereka juga suka menggigiti buah-buahan dan bunga. Namun Colin agak berbeda. Ulat bulu yang satu ini paling suka berhitung. Mula-mula ia menghitung angka satu sampai sepuluh. Tak lama kemudian, ia telah bisa menghitung sampai seratus.
Sambil merayap, di sepanjang jalan Colin menghitung benda apa saja yang ditemuinya. Setangkai mawar. Dua sayap pada seekor tawon. Tiga ekor kutu di dalam sebuah botol. Empat sayap pada seekor capung. Lima ekor tempayak di dalam buah peach. Enam kaki pada seekor jangkerik. Tujuh garis di tubuh seekor kumbang. Delapan kaki pada seekor laba-laba. Sembilan helai daun pada tanaman kecil. Dan sepuluh kelopak pada setangkai bunga aster.
Sepanjang hari Colin menghitung. Ia menghitung serangga-serangga yang berdengung di sekitarnya. Juga semut-semut yang berbaris di sehelai rumput yang panjang.
Suatu pagi ketika Colin sedang sibuk menghitung seekor Kepik berwarna merah tua dan keluarganya lewat di depan Colin. Mereka menuju ke kebun bunga bintik hitam di punggungnya, sedangkan kelima anaknya masing-masing punya dua bintik.
“Selamat pagi,” sapa Colin, lalu menghitung dengan lantang. “Enam belas bintik, dua belas sungut, tiga puluh enam kaki. Hari yang indah, bukan, Bu Kepik?”
Coiin merayap lagi dan menghabiskan sisa hari itu dengan mengnitung biji-bijian pada setangkai bunga matahari yang besar. Ketika keluarga Bu Kepik akhirnya pulang pada sore hari, Colin menghitung Iagi. Tapi Colin bingung. Ia menghitung sekali lagi. Empat belas bintik, sepuluh sungut, dan hanya tiga puuh kaki. Oh, rasanya ada yang salah! Colin segera memberi tahu Bu Kepik.
Ternyata seekor Kepik kecil tertinggal di belakang. Ia berada di dalam kelopak bunga mawar. Untung Bu Kepik berhasil menemukan anaknya kembali. “Setiap binatang mestinya belajar berhitung!” kata Bu Kepik ketika ia berterima kasih pada Colin. “Berhitung itu sangat berguna.”
“Aku setuju!” angguk Colin bijak.
“Ah, besok aku akan menghitung sampai seribu.
The Counting Caterpillar diceritakan kembali oleh Martini
Sumber: Bobo 40/XXXII 13 Januari 2005